Jakarta - Hari Anak Nasional (HAN) diperingati setiap tanggal 23 Juli. Namun, setiap tahunnya, pertanyaan yang kerap muncul adalah: apakah Hari Anak Nasional merupakan hari libur?
Merujuk keterangan dari Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Hari Anak Nasional bukanlah hari libur nasional. Meski begitu, peringatan ini menjadi momen penting untuk menghargai peran anak dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Setiap tahun, HAN dirayakan melalui berbagai kegiatan ramah anak, khususnya di sekolah-sekolah. Mulai dari lomba antar kelas, pentas seni, hingga edukasi mengenai hak anak.
Tahun ini, perayaan Hari Anak Nasional memasuki usia ke-41 dengan semangat baru. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menyampaikan bahwa HAN 2025 akan dilaksanakan serentak di seluruh wilayah Indonesia, tidak hanya terpusat di satu kota.
Mengusung tema besar 'Anak Hebat, Indonesia Kuat Menuju Indonesia Emas 2045' dengan tagline 'Anak Indonesia Bersaudara' Hari Anak Nasional 2025 ingin menjangkau seluruh anak dari Sabang hingga Merauke.
Pemerataan Perayaan untuk Kesehatan Sosial Anak
"Kemen PPPA tahun ini mengusung konsep perayaan Hari Anak Nasional yang lebih merata. Tujuannya agar anak-anak dari Sabang sampai Merauke bisa ikut merasakan semangat HAN di lingkungan tempat mereka tinggal," kata Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak KemenPPPA, Titi Eko Rahayu.
Titi menambahkan bahwa pelibatan desa, sekolah, komunitas, hingga pemerintah daerah menjadi kunci agar anak-anak merasakan kehadiran negara bukan hanya di pusat, tetapi juga di tempat mereka tumbuh.
HAN 2025 juga menyoroti tantangan besar yang dihadapi anak-anak di era digital. Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Digital, Molly Prabawati, menyampaikan bahwa dunia digital menyimpan potensi sekaligus risiko tinggi bagi anak-anak.
"Data UNICEF menunjukkan setiap setengah detik satu anak di dunia mengakses internet untuk pertama kalinya. Di Indonesia, dari 221 juta pengguna internet, lebih dari 9 persen adalah anak usia di bawah 12 tahun," kata Molly.
Dia, menegaskan, anak-anak rentan terhadap konten berbahaya, penipuan digital, hingga eksploitasi daring. Karena itu, literasi digital sejak dini dan tata kelola ruang digital yang ramah anak menjadi keharusan.
Dorongan untuk Lingkungan yang Sehat dan Inklusif
Penggunaan internet yang berlebihan juga memicu risiko kesehatan fisik seperti mata lelah, serta memengaruhi kesehatan mental anak. Menurut laporan Economic Times, ekspansi media sosial yang tidak terkendali telah mendorong krisis kesehatan mental global pada anak dan remaja.
Perayaan HAN 2025 menjadi ajakan bagi semua pihak untuk mendukung tumbuh kembang anak secara menyeluruh, termasuk aspek mental dan sosial.
Titi Eko Rahayu kembali menegaskan pentingnya menciptakan lingkungan yang mendukung anak tumbuh cerdas, tangguh, dan inklusif.
Salah satu isu penting yang disorot dalam peringatan ini adalah perkawinan anak.
Meskipun usia minimum menikah telah diatur dalam UU No. 16 Tahun 2019 menjadi 19 tahun, praktik ini masih sering terjadi di berbagai daerah.
Penelitian tahun 2023 yang dirilis National Institutes of Health (NIH) menyebutkan bahwa perkawinan anak berdampak pada masalah fisik dan psikologis, konflik keluarga, hingga hambatan sosial yang dapat mengancam kualitas hidup anak dalam jangka panjang.